KARENA WANITA INGIN MEMILIH
oleh
Jurnalis On The well
Sepanjang sejarah sebelum datangnya islam perempuan kerap kali mengalami penderitaan. mereka diperjual belikan layaknya hewan dan barang. mereka diwariskan, di paksa untuk menikah dan bahkan dipaksa untuk melacurkan diri. mereka bisa mudah dimiliki dan sangat sulit untuk memiliki,mereka tidak berhak memilih, tapi gampang dipilah-pilih. mereka tidak punya hak untuk menyuarakan pendapat dalam berbagai hal termasuk dalam menentukan pasangan.
setelah cahaya islam bersinar dan menyinari gelapnya maya pada kehidupan, semua bentuk diskriminasi terhadap perempuan terpelanting dari bumi peradaban. namun, meski demikian didaerah-daerah tertentu masih ditemukan pengekangan terhadap hak-hak perempuan khususnya dalam menentukan pasangan hidup yang kelak akan menjadi imam bagi mereka dan anak-anak mereka. Banyak wanita yang mengalami kawin paksa, kadang perkawinan itu terjadi saat mereka baru atau bahkan belum menginjak usia dewasa, usia yang seharusnya menjadi masa untuk menggali dan memperdalam ilmu pengetahuan. akhirnya harapan mereka untuk memiliki wawasan yang lebih luas terpatahkan oleh perkawinan yang belum mereka harapkan. perkawinan itupun kadang jauh dari aroma kebahagiaan yang mereka inginkan.
Sejatinya wanita juga ingin memilih dan memilah pasangan hidup. Dalam hal ini sebetulnya tidak ada larangan dalam islam, wanita boleh menentukan pasangannya jika mereka benar-benar yakin akan keshalihan agama dan akhlak sang idaman. Mereka tidak dilarang dan tidak terlarang untuk menyampaikan maksud hatinya untuk dinikahi sang pujaan hati. sah-sahsaja mereka meng-khitbah duluan dengan harapan ingin berlomba-lomba dalam kebaikan. takut sang lentara jiwa keburu jadi pelita wanita yang lain. namun masalahnya adalah sifat malu wanita yang lebih dominan. sehingga jarang sekali wanita yang berani atau sekedar memberanikan diri untuk mengatupkan kedua bibirnya seraya mengejawantahkan getar dan gejolak hati dalam bentuk kata-kata.
Sekarang, coba kita buka kembali sejarah perkawinan Nabi Muhammad SAW. Dan sayidatina khadijah, bukankah Khadijah yang mengkhitbah duluan, setelah ia mendengar dan membuktikan kejujuran nabi lewat pembantunya, Maisaroh, saat berdagang ke Syam? Dia tidak malu meski saat itu ia sudah berumur 40 tahun sedang nabi baru berumur 25 tahun, coba bayangkan pertauatan umur di antra mereka?. namun karena dasar saling suka, saling cinta tampa paksa, keduanya langgeng, bahagia menahkodai bahtera rumah tangga yang saat itu banyak gelombang ombak ancaman dari kaum Quraisy yang ada. dan Nabipun tak pernah memadu Khadijah sampai Khadijah wafat dengan menorehkan lukisan didinding sejarah Islam sebagai Wanita yang pertama kali beriman dan penyokong perjuangan Nabi dalam menyebar luaskan ajaran islam .
dan perlu diingat!, walau Wanita punya kebebasan dalam memilih pasangan. namun, janganlah terjebak dalam lubang tikus kebebasan yang timbul dari lupa akan kodrat dirinya sebagai muslimah (khususnya), yang lemah-lembut, sopan-santun serta tidak terkesan murahan. sifat inilah yang jarang sekali ditemukan dalam sosok pribadi Wanita sekarang.
Perempuan memang punya hak yang besar dalam menentukan langkah hidup dan gerak social. tapi haruslah hati-hati dalam mengartikan kebebasan, disana ada norma agama dan norma adat yang harus tetap dijadikan pedoman,karena berpasangan (menikah:red) bukan hanya menyatukan dua insan yang sedang kasmaran atau mempertemukan dua hati yang saling bertautan, tapi juga menyatukan dua keluarga besar antara keluarga si lelaki dan dan si wanita yang mungkin sebelumnya tidak pernah saling kenal. disinilah perlunya bermusyawaroh ikhtiar dan tawakal.nasihat keluarga khususnya kedua orang tua tidak boleh dikesampingkan. disamping orang tua sudah lebih berpengalaman, jarang sekali orang tua bahkan tidak ada yang ingin menghanyutkan anaknya dalam deras ombak laut kesengsaraan hidup yang berkepanjangan. Dan setelah semua terasa matang barulah istikharah untuk mendapatkan keyakinan atas apa yang kita rencanakan. perlu ditekankan, bahwa istikharoh merupakan salah satu langkah tawakal setelah berikhtiyar secara maksimal,Karena dengan istikharoh berarti menyerahkan segala urusan pada Allah untuk mendapatkan rahmat dan ridha-Nnya dalam memantapkan dan menetapkan pilihan. Dan ini pernah di contohkan oleh Siti Zainab kala ia lepas dari masa ‘iddah setelah ditinggal syahid oleh suminya, saat itu Rosulullah hendak memperistrinya dengan mengutus zaid sebagai penyampai lamaran beliau. namun zainab tidak langsung menerima lamaran beliau dengan berkata “aku tidak bisa berbuat apa-apa sebelum aku melakukan istikharoh untuk mendapat petunjuk-Nya”. Untuk kedua kalinya, coba pembaca (akhwat) bayangkan, andai saja Zainab itu adalah pembaca (akhwat),mungkin lamaran nabi langsung akhwat terima tampa banyak pikir lagi. secara manusiawi wanita beriman manakah yang tidak mau menjadi istri nabi. manusia yang paling mulya, yang dima’sumsemua dosanya andai beliau berbuat dosa. Namun, tidak dengan zainab, Ia ingin memilih dan pilihannya ia pasrahkan kepada Allah, karena ia yakin pilihan Allah adalah yang terbaik baginya, meski secara naluri ia sudah yakin pula bahwa nabi Muhammad adalah imam yang bisa dengan baik memimpinnya. Dengan sifat tawakal inilah Zainab pantas hidup bersama nabi hingga akhir hayatnya ia tercatat sebagai istri yang penuh pengertian dan kesetiaan.
Ingat, menentukan pilihan hidup tidaklah semudah menentukan menu makanan yang tinggal pesan, disana perlu ketelitian, kesabaran dan kehati-hatian. jangan asal pilih dan asal menerima lamaran. karena yang kita pandang baik belum tentu baik pula dalam pandangan-Nya.
Terakhir, diharapkan setelah membaca artikel sedarhana ini akan lahir dan muncul Khadijah-Khadijah dan Zinab-zainab baru yang mampu memilih dan dipilih atas dasar cinta dan saling suka karena Allah, hingga jika mereka kelak terpaksa harus berpisah, itupun juga karena allah. Wallahu A’lam
Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.
Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.
Terimaksih telah mempublis tulisan saya, ustadz