Pesantren di Jalan Syurga

 
Pesantren di Jalan Surga
 
            Senyum mentari menyapa ku dipagi itu,,,ya,,, hari itu aku sangat bersemangat sekali menyambut sang hari, dimana sang hari yang ditunggu-tunggu pun tiba. Tepat pukul 07:30 WIB, handphone pun berdering, dan aku pun melihat sebuah pesan singkat terdapat di dalamnya. “Jam 08:00 WIB kita berangkat ya Nor”, jelas Khotib. Hari itu adalah Sabtu dan pada saat itu saya, Khotib dan Ahil berencana pergi ke Pondok Pesantern di mana waktu MA dahulu kami bersekolah dan di Pondok Pesantren itulah kami bertemu dan menjalin persahabatan. Jam yang ditunggu-tunggu pun tiba, Khotib menjemput ku ke rumah dan kami pun berangkat. Saat tiba di Simpang Semet muka Ahil pun sudah kelihatan, rupanya dia menunggu di sana. Simpang Semet adalah sebuah tempat yang menghubungkan antara Jl. Budi Otomo dengan Jl. menuju ke Kubupadi. Kami bertiga kemudian berangkat menuju ke Kubupadi, dengan hati yang senang dan juga gembira kami sisiri tempat yang sangat jauh tersebut, tempat yang sangat membutuhkan perjuangan untuk bisa sampai ke sana. Ketika sampai di jalan SMK  06, aku pun mulai bertanya kepada Khotib “Tib, mau lewat jalan mana kita ini, apakah kita mau lewat jalan ceroco atau jalan Pakpera”, tegas ku. Khotib diam sejenak dan mulai menoleh ke arah Ahil yang memang sudah ada di samping kami, meskipun memakai motor masing-masing. “lewat jalan coroco jak tib, biar cepat sampai”,tegas Ahil.
            Tapak demi setapak ku lewati bersama teman-teman, jalan yang berlobang, debu yang bertebaran sana sini tidak mengahalangi kami untuk menuju Pesantren tercinta. Jalur sawit kami tempuh dan kini tiba saatnya jalan surga pun ada di depan mata. Sebuah hutan yang ada di tengah-tengah sawit yang dijadikan sebagai jalan untuk menuju pesantren nurul amin. Jika ingin sampai ke Pesantren ada dua jalur yang bisa kami lewati untuk bisa sampai ke sana, bisa jalur ceroco atau jalur biasa. Jalur ceroco ini awalnya adalah sebuah hutan berantara yang kemudian dijadikan sebuah jalan untuk menuju pesantren. Dan jalan ini adalah jalan satu-satunya yang bisa digunakan  ke Pesantren apabila ingin sampai dengan waktu yang sangat cepat. Sedangkan jalur biasa atau jalur pakpera adalah  jalan yang biasa orang gunakan dan jalan ini sudah ada sejak lama. Akan tetapi, apabila menggunakan jalur ini maka membutuhkan waktu yang sangat lama.
            Sebuah jembatan kecil penghubung antara jalan sawit dengan jalan ceroco kita lewati, ada perasaan takut yang tiba-tiba muncul. Melihat bagaimana sebuah jembatan yang tidak kuat itu kami lewati, dan pikiran yang tidak baik pun mulai menghantui. Bagaimana jikalau nanti jatuh, itu yang terus ada didalam pikiranku. Tetapi pikiran itu kemudian hilang seketika, dan pikiran baru pun mulai ketika melihat jalan ceroco yang sangat panjang dan juga aneh. Kami pun mulai melewati jalan ceroco secara perlahan-lahan. Ahil yang tadinya ada di depan kami, sekarang mendahului kami. Tidak ada kata yang terucap sembari melewati jalan tersebut, dan khotib pun mengemudi dengan sangat pelan-pelan sekali. Tetapi setelah hampir lima menit, aku sudah tidak tahan dan meminta berhenti. Ahil yang berada tepat di depan kami pun juga ikut berhenti. Pada saat itu aku sudah tidak mampu lagi menelusuri jalan ceroco. Karena jalan yang terbuat dari ceroco itu badanku rasanya panas, apalagi perut ini sudah sangat sakit sekali melewati jalan tersebut. Setiap ceroco, yang dilewati seluruh badan ini ikut berguncang dan merasakan sakit apalagi pada bagian perut. “ini belum apa-apa nor, dan perjalanan kita menuju ke Pesantren masih lama”, ungkap Ahil. Mendengar ungkapan Ahil yang masih lama jalan ini, kami pun melanjutkan perjalanan kami. Tapi apalah daya,,,badan ini tetap tidak mampu dan kami pun berhenti lagi, melanjutkan lagi perjalanan kami hingga seterusnya dan Alhamdulillah akhirnya kami bisa sampai dengan selamat, meskipun badan ini sudah mandi air keringat.
            Setelah sampai di depan Pesantren, kita pun masih duduk-duduk di toko, karena melewati jalan ceroco tersebut sangat melelahkan dan menguras tenaga. Jika saya membuat ilusi tentang jalan ceroco, mungkin kalimat ini yang cocok.  apabila ada orang gemuk yang lewat jalan ceroco setiap hari, mungkin dia akan cepat kurus, karena setelah melewati jalan ceroco ini, maka tubuh ini akan mengalami pembakaran lemak, dan saya merasakan hal itu. Setelah hampir merasa nyaman, kami pun berangkat ke Dhelem (rumah kiyai). Kiyai pun menyambut kami dengan senyuman, dan kami dipersilahkan duduk. Raut senyum terpancar dari sang guru kami, ya,,,aku sudah paham itu. Karena kiyai pernah mengatakan bahwa setiap alumni yang pernah mondok di sana setidaknya harus datang ke pondok satu bulan sekali. Supaya tidak lupa dengan sejarah katanya. Dan kiyai sangat senang sekali jika ada alumni yang  datang, karena baginya jika ada alumni yang datang, maka kiyai masih ada di hati para santrinya yang sudah selesai, dan para alumni santri masih membutuhkan kiyai meskipun status bukan santri lagi. Dengan senyum yang indah dan raut muka yang sumringah kiyai berkata “ada apa nik,cong”. Kami bertiga hanya bisa tunduk dihadapan kiyai, dan tidak berani menatap beliau. Meskipun beliau terbuka dan tidak minta dihormati, tapi bagi saya sendiri ketika mulai pertama kali mondok di sana, saya tidak berani menatap kiyai secara langsung, ada perasaan takhdim tersendiri setiap kali bertemu beliau. Dan saya tidak berani menatap langsung, kecuali dari jauh.
            Dengan muka tertunduk, saya pun mulai menceritakan bahwa saya ingin memewancarai beliau tentang sejarah pondok Pesantren Nurul Amin. “untuk apa”, tegasnya. “untuk tugas kiyai”, jawabku. “Oh…”, jawab kiyai. Saya pun menyiapkan alat yang akan digunakan untuk wawancara. Dan kiyai pun mulai bercerita tentang sejarah Pondok Pesantren Nurul Amin. “ada memang beberapa factor yang melatar belakangi Pesantren ini berdiri, awalnya saya tidak ada niat sekali untuk mendirikan pesantren ini” ujar kiyai Nasiruddin. Pada tahun 2009 akhir tahun tepatnya bulan Desember, Pesantren Nurul Amin didirikan. “Factor pertama adalah bermula dari kursus Bahasa Arab-Inggris yang berlangsung selama satu bulan. Dimana pada saat itu ada sebagian murid yang ingin mondok. Terus factor yang kedua adalah karena di sekecamatan Kuala Mandor B, pada saat itu belum ada pesantern, dan Pesantren Nurul Amin adalah pesantren satu-satunya yang baru ada pada saat itu. Dan factor selanjutnya adalah adanya dukungan dari masyarakat untuk kiyai supaya mendirikan Pesantern ini. Dan pada saat itu  ada 3 desa termasuk kubupadi yang masyarakatnya senang berjudi, bahkan dijadikan tradisi, dan tradisi berjudi ini ada sebelum Pesantren Nurul Amin didirikan. Tapi berkat pertolongan Allah, ketika Pesantren ini berdiri tradisi, itu akhirnya bisa hilang secara perlahan-lahan” ujar Kiyai Nasir. Kemudian saya pun melanjutkan pertanyaan “tantangan apa yang kiyai hadapi pada saat itu saat mulai mendirikan pesantren”, tegas ku. “Pada saat itu ketika Pesantren mulai berdiri, tantangan yang saya hadapi adalah diolok, Nasir itu anak siapa, nasab nya bagaimana. Dan yang tidak kalah sedihnya pada saat itu adalah keluar Bahasa jorok yang mengatakan “kalau Pondok ini berdiri, aku jilat anusnya”, ya,,,itu adalah kata-kata yang dilontarkan kepada saya pada saat itu. Dan lebih dari itu mereka secara terang-terangan pada waktu acara imtihan secara terbuka dan dihadapan saya ingin bermain judi. Tapi berkat pertolongan Allah rencana mereka tidak jadi. Dan yang harus saya hadapi adalah para penjudi pada saat itu, karena jika pesantren berdiri maka mereka terusik. Dan Alhamdulillah ketika pesantren berdiri, mereka mendapat hidayah bahkan anak-anak mereka dipondokkan ke Pesantern Nurul Amin dan menjadi santri di sini,” ungkap Kiyai Nasir. Saya pun melanjutkan pertanyaan saya yang terakhir pada saat itu adalah harapan beliau tentang pesantren ini, pada pertanyaan kali ini tidak terasa beliau menitikkan air mata dan diam sejenak. Kemudian beliau berkata “untuk harapan pesantren ini cukup saya dan Allah yang tahu. Tetapi dua hal yang selalu saya ingat dan para santri termasuk alumni harus ingat akan dua hal ini dan harus mengamalkannya. Yang pertama jadilah manusia terbaik pilihan Allah, hidup adalah pilihan apakan menjadi manusia terbaik atau tidak. Dan yang kedua adalah sebaik-baik manusia adalah manusia yang bermanfaat bagi orang lain.Dua hal itu yang selalu saya ingat dan berusaha saya amalkan”.
 
Nursia
Shere

About admin

Check Also

Pejuang wanita pada Hari-Hari Revolusi Oktober Besar

  Pejuang wanita pada Hari-Hari Revolusi Oktober Besar  Oleh  Jurnalis On The Well Kaum wanita …

One comment

  1. Masa masa waktu di pondok ingat banget

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *